Artikel Tentang Komputer Crime
Kejahatan
dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan
dengan komputer
atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau
tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya
antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence
fraud, penipuan identitas, pornografi
anak, dll.
Walaupun
kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan
komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk
kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan
untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Contoh
kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai alat adalah spamming dan kejahatan
terhadap hak cipta
dan kekayaan intelektual. Contoh kejahatan
dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui kontrol akses),
malware
dan serangan DoS.
Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah penipuan
identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer sebagai
alatnya adalah pornografi anak dan judi online.
Beberapa situs-situs penipuan berkedok judi online termasuk dalam sebuah situs
yang merupakan situs kejahatan di dunia maya yang sedang dipantau oleh pihak
kepolisian dengan pelanggaran pasal 303 KUHP tentang perjudian dan pasal 378
KUHP tentang penipuan berkedok permainan online dengan cara memaksa pemilik
website tersebut untuk menutup website melalui metode DDOS website yang
bersangkutan, begitupun penipuan identitas di game online hanya mengisi alamat
identitas palsu game online tersebut bingung dengan alamat identitas palsu
karena mereka sadar akan berjalannya cybercrime jika hal tersebut terus terus
terjadi maka game online tersebut akan rugi/bangkrut.
Wikipedia, cybercrimeadalah istilah
yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer
menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam
kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, confidence fraud, penipuan identitas,
pornografi anak, dll.
Cybercrime
dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai
jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Contoh Kasus Di Indonesia
1.
Pencurian dan penggunaan account
Internet milik orang lain.
Salah
satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya
account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda
dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup
menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara
itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri.
Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak
berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt
tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah
penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.
2. Membajak situs web
Salah
satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web,
yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan
mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di
Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya.
3. Virus
Seperti
halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia. Penyebaran
umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem
emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan
ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti
virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus,
kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan.
Contoh Kasus Internasional
1. Amerika Serikat memiliki Computer Crime and
Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S.
Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak
informasi yang masih terfokus kepada computer crime.
2.
National Infrastructure Protection
Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang
menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini
mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting (critical) bagi
negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web: <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai
infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan
advisory.
3.
Korea memiliki Korea Information
Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan
komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah.
Uraian Tentang Pentingnya Keamanan System Informasi
Pencegahan
Cybercrime Dengan Sarana Non Penal
Cybercrime
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan dan memanfaatkan teknologi, sehingga
pencegahan dan penanggulangan dengan sarana penal tidaklah cukup. Untuk itu
diperlukan sarana lain berupa teknologi itu sendiri sebagai sarana non penal.
Teknologi itu sendiripun sebetulnya belum cukup jika tidak ada kerjasama dengan
individu maupun institusi yang mendukungnya. Pengalaman negara-negara lain
membuktikan bahwa kerjasama yang baik antara pemerintah, aparat penegak hukum,
individu maupun institusi dapat menekan terjadinya cybercrime.
Tidak
ada jaminan keamanan di cyberspace, dan tidak ada sistem keamanan computer yang
mampu secara terus menerus melindungi data yang ada di dalamnya. Para hacker
akan terus mencoba untuk menaklukkan sistem keamanan yang paling canggih, dan
merupakan kepuasan tersendiri bagi hacker jika dapat membobol sistem keamanan
komputer orang lain. Langkah yang baik adalah dengan selalu memutakhirkan
sistem keamanan computer dan melindungi data yang dikirim dengan teknologi yang
mutakhir pula.
Pada
persoalan cyberporn atau cyber sex (lihat hal. 171-195), persoalan pencegahan
dan penanggulangannya tidaklah cukup hanya dengan melakukan kriminalisasi yang
terumus dalam bunyi pasal. Diperlukan upaya lain agar pencegahannya dapat
dilakukan secara efektif. Pengalaman beberapa Negara menunjukkan bahwa
kerjasama antara pemerintah, aparat penegak hukum, LSM/NGO dan masyarakat dapat
mengurangi angka kriminalitas. Berikut pengalaman beberapa Negara itu:
- Swedia, perusahaan keamanan internet, NetClean Technology
bekerjasama dengan Swedish National Criminal Police Department dan NGO
ECPAT, mengembangkan program software untuk memudahkan pelaporan tentang
pornografi anak. Setiap orang dapat mendownload dan menginstalnya ke
computer. Ketika seseorang meragukan apakah material yang ada di internet
itu legal atau tidak, orang tersebut dapat menggunakan software itu dan
secara langsung akan segera mendapat jawaban dari ECPAT Swedia.
- Inggris, British Telecom mengembangkan program yang dinamakan
Cleanfeed untuk memblok situs pornografi anak sejak Juni 2004. Untuk
memblok situ situ, British Telecom menggunakan daftar hitam dari Interent
Watch Foundation (IWF). Saat ini British Telecom memblok kira-kira 35.000
akses illegal ke situs tersebut. Dalam memutuskan apakah suatu situ hendak
diblok atau tidak, IWF bekerjasama dengan Kepolisian Inggris. Daftar situ
itu disebarluaskan kepada setiap ISP, penyedia layanan isi internet,
perusahaan filter/software dan operator mobile phone.
- Norwegia mengikuti langkah Inggris dengan bekerjasama antara
Telenor dan Kepolisian Nasional Norwegia, Kripos. Kripos menyediakan
daftar situs child pornography dan Telenor memblok setiap orang yang
mengakses situ situ. Telenor setiap hari memblok sekitar 10.000 sampai
12.000 orang yang mencoba mengunjungi situ situ.
- Kepolisian Nasional Swedia dan
Norwegia bekerjasama dalam memutakhirkan
daftar situs child pornography dengan bantuan ISP di Swedia. Situs-situs
tersebut dapat diakses jika mendapat persetujuan dari polisi.
- Denmark Mengikuti langkah Norwegia dan Swedia, ISP di Denmark
mulai memblok situs child pornography sejak Oktober 2005. ISP di sana
bekerjasama dengan Departemen Kepolisian Nasional yang menyediakan daftar
situs untuk diblok. ISP itu juga bekerjasama dengan NGO Save the Children
Denmark. Selama bulan pertama, ISP itu telah memblok 1.200 pengakses
setiap hari.
Sebenarnya
Internet Service Provider (ISP) di Indonesia juga telah melakukan hal serupa,
akan tetapi jumlah situs yang diblok belum banyak sehingga para pengakses masih
leluasa untuk masuk ke dalam situs tersebut, terutama situs yang berasal dari
luar negeri. Untuk itu ISP perlu bekerjasama dengan instansi terkait untuk
memutakhirkan daftar situs child pornography yang perlu diblok.
Faktor
penentu lain dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime dengan sarana non
penal adalah persoalan tentang etika. Dalam berinteraksi dengan orang lain
menggunakan internet, diliputi oleh suatu aturan tertentu yang dinamakan
Nettiquette atau etika di internet. Meskipun belum ada ketetapan yang baku
mengenai bagaimana etika berinteraksi di internet, etika dalam berinteraksi di
dunia nyata (real life) dapat dipakai sebagai acuan.
Secara
ringkas penanggulangan dapat ditempuh melalui”
- Melakukan modernisasi hukum
pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
- Meningkatkan sistem pengamanan
jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
- Meningkatkan pemahaman serta
keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan
penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
- Meningkatkan kesadaran warga
negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan
tersebut terjadi
- Meningkatkan kerjasama antar
negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan
mutual assistance treaties
Penanganan Cybercrime di Indonesia
Meski
Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004, akan
tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak. Dalam hal ini
angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri juga bukan data
yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data tersebut berupa
laporan dari para korban. Ada beberapa sebab mengapa penanganan kasus
cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:
- Cybercrime merupakan kejahatan
dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya
memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia
khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
- Ketersediaan dana atau anggaran
untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum
kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam
maupun luar negeri.
Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut. - Citra lembaga peradilan yang
belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini
menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke
kepolisian.
Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.
Upaya
penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi
informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun
masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur
cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika
pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam
bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut
tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar